Kesetaraan gender menurut arti katanya dapat diartikan bahwa setara antara
dua gender, dengan kata lain tidak berat sebelah. Ketika mendengar istilah
kesetaraan gender, mungkin di benak kita ada yang terpikirkan kearah emansipasi
kaum perempuan, artinya perempuan memiliki hak yang sama dengan laki laki. Emansipasi
atas kaum perempuan dapat dikatakan mulai lahir ketika muncul kontroversi yang
menyangkut sikap atau perilaku atau pandangan seseorang dalam hal menghargai
perempuan. Akan terlihat dengan jelas apabila dilihat dari sejarah masa lalu
saat Indonesia masih dijajah, kaum perempuan kurang dihargai oleh para penjajah
yang berlaku sewenang-wenang. Cerminan peristiwa lampau tersebut menggambarkan
bahwa kesetaraan gender belum ditegakkan..
Dampak dari pandangan orang-orang kolot sepeninggalnya ialah ada yang
beranggapan bahwa perempuan belum memiliki kesempatan untuk berperan sentral
diberbagai bidang seperti sekarang ini. Hingga ada orang tua yang menyekolahkan
anak laki-laki setinggi-tingginya, sedangkan anak perempuan tidak diharuskan
bersekolah hingga jenjang yang lebih tinggi. Pemikiran orang tua telah
terkotakkan bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak lain ialah sebagai ibu
rumah tangga yang tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Peristiwa tersebut
dibenarkan oleh narasumber, Bapak dosen psikologi Drs. H Ahmad Rif”an,M.Ag
bahwasannya “peristiwa semacam itu memang terjadi karena kultur budaya, kultur
budaya yang menjadi pedoman masyarakat indonesia adalah bangsa arab,
bahwasannya wanita memang harus tinggal dirumah, hanya untuk mengurusi suami
dan anak anak mereka, kultur seperti ini kadangkala masih meniscayakan
ketidakadilan perempuan, namun demikian pejuang gender harus mampu melakukan
rasionalita pada masyarakat untuk mengubah perspektif pandangan seperti itu”.
Di bidang pendidikan, perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan
akses. Oleh karena itu, tingkat buta huruf tertinggi di Indonesia juga masih
didominasi oleh kaum perempuan (kompas, 29 Juli 2010). Dari ungkapan tersebut
jelas bahwa dalam bidang pendidikan kaum perempuan masih terbelakang untuk
mendapatkan pengetahuan yang luas khususnya pada pendidikan, katakanlah masih
terdiskriminasi dengan kaum laki laki. Namun berbeda dengan perspektif
yang diungkapkan oleh bapak Drs. H Ahmad Rif’an,M.Ag yang menjadi
narasumber,jelas beliau bahwasannya “Setiap Manusia, antara laki laki dan
perempuan, tua muda, kaya miskin itu memiliki hak yang sama, sehingga tidak ada
persoalan dalam hal pendidikan yang membatasi tirani diantara keduanya itu
apalagi masalah gender, karena realita dalam pendidikan yang saya amati, hampir
13 tahun saya mengajar,dan yang menduduki peringkat pertama dalam pendidikan
adalah kaum perempuan, ranking 1, juara kelas dan lain sebagainya, kesemuanya
masih diduduki oleh kaum perempuan”.
Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki – laki
berbeda. Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki – laki dan perempuan
sebagai pemberian Tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan
fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, gender penting di
pahami dan dianalisa untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan
diskriminasi dalam artian perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan
terhadap pihak perempuan. Seperti yang dipaparkan oleh narasumber kita bahwa
beliau “Sangat tidak sependapaat bahwa perempuan harus enjoy happy sebagai
pengelola managemen dapur dan kasur semata, karena pembeda gender hanya
ditekankan kepada kodrad wanita sebagai ibu, namun untuk peranan wanita dengan
laki laki adalah sama,memang wanita bisa melahirkan, laki laki tidak bisa
melahirkan, wanita bisa menyusui, laki laki tidak bisa menyusui, itu potensi
dasar yang sangat luar bisa yang harus kita hargai” jelas Bpk. Drs. Ahmad
Rif”an,M.Ag.
Kita tahu dalam periode saat ini
kesetaraan gender amat booming di Indonesia, lalu apakah kesetaraan gender di
Indonesia sudah diterapkan? Jelas beliau bahwa “hak pekerjaan, hak pendidikan,
hak pengelola organisasi, perempuan didorong untuk lebih maju, karena saat ini
konsep tersebut sudah di aplikasian olek KPU pusat maupun KPU daerah, bahwa
keterwakilan 30 % adalah dari pihak perempuan, namun semua ini masih relative
karena penguasa partai belum bisa penuh mempercayakan kepada kaum perempuan
atau perempuannya sendiri yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut”. Terus
bagaimana jika seorang perempuan memimpin yang anggotanya laki laki? “ masa
bodoh, karena hal itu merupakan bagian dari system organisasi,yang terpenting
adalah kemampuan. Yang dipertanyakan Perempuan mampu tidak? Jika memang
realitanya laki laki tidak mampu memimpin dan menyejahterakan, lebih baik
dipimpin oleh perempuan yang mampu menyejahterakan” lanjut beliau.
Namun saat ini kesetaraan gender sudah
diterapkan dalam pemerintahan Negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat bahwa
Pemerintah menerapkan program pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia, yang
dapat kita lihat sampai saat ini bahwa telah banyak generasi penerus bangsa
yang merupakan calon pembangunan Negara ini mendapatkan kesempatan yang sama
dalam mengenyam pendidikan. Selain hak untuk mendapatkan pendidikan, di Negara
Indonesia sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender dalam tatanan
organisasi dari mulai organisasi yang kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah
perempuan pun memiliki peranan yang sama dalam hal menduduki jabatan tertentu
dalam suatu institusi. Presiden Negara Indonesia yang pernah diduduki oleh
seorang perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri merupakan bukti real-nya.
0 komentar:
Posting Komentar